Monday, November 3, 2014

Care and Giving


Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada hari Rabu, 29 Oktober 2014 saya merasakan galau yang sangat. Saya merasa bahwa banyak sekali pikiran ruwet yang bersarang di otak saya, dan turun ke hati menjadi perasaan yang tidak karuan. Pagi itu seharusnya saya mengambil data untuk tugas akhir saya, namun, sepanjang pagi saya tidak bisa konsentrasi, dan saya seakan-akan berdiri sendiri, sepi, sama sekali tidak memperhatikan apa yang ada di sekitar saya.

Saya merasa bahwa hari itu adalah puncak komulatif beban pikiran dan moral yang saya rasakan atas segala tindakan di luar batas dan beresiko yang saya lakukan akhir-akhir ini. Saya merasa segalanya menumpuk menjadi satu. Pagi itu, saya merasa bahwa tidak ada lagi seseorang yang bisa saya jadikan 'tempat sampah' karena saya menganggap bahwa apa yang saya rasakan sudah sangat kompleks. Bahkan pacar saya, yang selama ini selalu memberi saya support atas segala apa yang saya lakukan, tidak bisa membuat hati ini merasa tenang.

Pagi itu, saya niatkan untuk sholat dhuha di mushola di perusahaan tempat saya mengambil data tugas akhir. Mungkin hanya Allah yang memiliki jawaban dan mampu mengulur benang ruwet yang ada di kepala saya.

Di selasar mushola, saya kembali merenung, saya kembali berpikir, siapa lagi yang bisa membantu saya memecahkan masalah ini. Apakah tidak ada seseorang pun yang bisa saya dengar masukanya? Saya kembali melihat lihat kontak HP yang saya miliki, saya telusuri, scroll demi scroll saya lakukan hingga berhenti pada sebuah nama.

Nama itu adalah seorang kenalan, kenalan yang baru saya temui satu tahun yang lalu, kami bukanlah teman akrab, bahkan saya juga baru dua kali bertemu dan berbincang-bincang denganya. Namun, saya merasa bahwa mungkin hanya orang ini lah yang bisa membantu saya. Tetapi, keraguan kembali muncul di benak saya, siapalah saya yang tiba-tiba meminta bantuanya sementara dia adalah orang yang sangat sibuk dan mungkin tidak ada waktu dengan hal-hal remeh seperti ini.

"Assalamu'alaikum.wr.wb. Selamat Pagi Kak, saya Reza, apakah Kakak masih ingat saya? Maaf Kak, apakah Kakak ada agenda ke Jogja dalam waktu dekat? Saya ingin sekali bertemu dengan Kakak untuk berdiskusi mengenai beberapa hal? Terima kasih sebelumnya Kak."
Sent.
Hape saya tutup, saya mengambil wudhu, dan menjalankan sholat dhuha.

Belum selesai rakaat pertama sholat, hape saya bergetar.

Setelah selesai shalat, saya buka hape dan membaca sms,

"Waalaikumsalam. Halo Reza, masih ingat dong. Bagaimana Reza, ada yang bisa saya bantu? apa mungkin perlu saya telpon untuk ngobrol? saya belum ada agenda ke Jogja dalam waktu dekat ini"

Sms itu datang tidak kurang dari lima menit setelah saya mengirim sms pertama. Subhanallah, saya kaget sekali melihat sms tersebut. Saya tahu dia adalah orang yang super sibuk karena pekerjaanya menuntutnya demikian, saya pun sudah pasrah jika memang nantinya tidak di baca ataupun tidak di balas, mengingat teman saya pernah sms orang dengan load kerja yang sama dengan kenalan saya tersebut dan baru di balas 3 minggu kemudian. Namun, Kakak yang satu ini tidak hanya membaca, namun membalas dengan cepat, dan juga menawarkan untuk menelepon.

Saya masih amaze dengan apa yang saya alami tesebut, dan seketika itu perasaan saya menjadi lebih tidak karuan lagi, antara kaget, senang, semangat dan juga cemas serta bingung akan membalas apa, saya tahu dia pasti sibuk dan saya tidak ingin mengganggunya, maka akhirnya kami sepakat untuk ngobrol via telpon di akhir pekan.

Setelah mendapat sms balasan seperti itu, tiba-tiba saya merasakan energi yang besar. Entah mengapa, tanggapan yang tidak biasa tersebut memberikan percikan semangat tersendiri. Bahkan, saking amaze-nya, saya ceritakan hal tersebut pada pacar saya dan dia membalas.

"Mas Reza harus bersyukur, tuh kan, masih ada yang peduli sama kamu.."
Peduli.

Satu kata itu memiliki impact yang sangat besar. Saat itu saya merasakan down yang sangat, dan ketika saya berharap pertolongan pada orang lain, ternyata orang yang saya harapkan juga peduli, hal itu membuat saya merasa seketika menjadi memiliki kekuatan baru dan semangat baru.

Kepedulian saya rasakan sangat indah, dan akan semakin indah jika diberikan kepada orang lain yang memang benar-benar membutuhkan.

Seketika itu saya merasa bahwa, siapalah saya ini, kenapa saya menjadi sangat lemah seperti ini, hanya seperti itu saja saya sudah menyerah dan down. Padahal jika saya membuka mata lebih lebar, di tempat lain masih banyak yang lebih membutuhkan bantuan dibandingkan saya, masih banyak orang yang membutuhkan kepedulian dari orang lain.

Lalu saya merenung, ternyata, selama ini saya masih terlalu egois, dan kurang peduli dengan sekitar. Bahkan kenalan saya tersebut, orang yang dibandingkan saya bagaikan bumi dan langit, mau meluangkan waktu barang untuk membaca, membalas sms, dan menawarkan diri untuk membantu.

Saya ini siapa, saya sudah sebegitu sombong menganggap diri saya sibuk. Seringkali saya menolak membantu teman dengan alasan "sibuk". Dan saat itu saya merasa malu sekali, malu karena sudah merasa "sok sibuk", padahal orang yang senyatanya sibuk masih bisa meluangkan waktunya untuk orang lain.

Maka, sekarang, saya berusaha untuk membantu teman yang mungkin membutuhkan bantuan saya, dan akan saya berikan penawaran lebih agar teman yang membutuhkan tersebut mendapatkan energi positif seperti apa yang saya alami di atas.

Dan ketika pagi ini ada whatsapp masuk dari teman saya..

"Mas, Kasih tips buat wawancara dong.. hehe"

seketika saya balas
"Mau latihan sama saya gimana?? Siang ini aku free, bawa CV aja nanti aku tanya2in kamu"
"Oke mas, boleh-boleh, Makasih ya mas :)"

Mungkin bukan hanya teman saya tersebut yang merasa mendapatkan bantuan, dukungan dan semangat. Namun sejujurnya, saya juga merasakan hal yang lebih menggembirakan.

"Peduli" dan "Memberi Lebih" akan memberikan kebahagiaan baik yang diberi maupun yang memberi.

No comments:

Post a Comment