Monday, February 9, 2015

Eagle


Dua hari terakhir, teman saya dari Malang, Faza Abadi Udayana (Faza), berkunjung ke Jogja. Sendirian.
Ketika saya tanya mau ngapain di jogja, dia hanya menjawab:
"Mau nyari inspirasi Mas.."
"Ke Jogja sendirian aja za?" 
"Iya Mas, pengen jadi independen traveller, pengen keluar dari zona nyaman. Elang itu sendirian, Bebek barengan" 
Phew, quote yang unik. "Elang itu sendirian, Bebek barengan"


Ketika Faza berkunjung ke Jogja, kami habiskan dengan berdiskusi mengenai pemuda, kontribusi, bisnis, ide, dan beberapa kali diskusi mengenai agama dan pastinya "percintaan". hehe.

Ada beberapa topik diskusi yang menarik menurut saya, salah satunya tentang "Keluar dari zona nyaman"

Menurut Faza, yang merupakan warga Jawa Timuran. Yaitu Gresik, Malang, Surabaya. Ia beranggapan bahwa kuliah di Jogja itu super duper nyaman. Memang Jogja adalah kota pelajar yang super menyenangkan. Udara bersih, warganya rukun, tidak macet, makanan murah, fasilitas lengkap (toko, mall, supermarket, perpustakaan, tempat pameran, dll), tempat wisata banyak, dan segala macam keistimewaan Jogja lainya.

Namun, kenyamanan itu mempunyai efek negatif bagi mahasiswa-mahasiswa yang kurang struggling.

Kami berdua sepakat bahwa kenyamanan kota Jogja akan membuat beberapa mahasiswa menjadi malas keluar dari zona nyaman. Sangat disayangkan, mahasiswa di Jogja yang hanya kuliah saja. Tidak dibarengi dengan kegiatan lainya. Padahal masih banyak ribuan peluang yang dapat mengembangkan diri mahasiswa. Seperti mengikuti organisasi, lomba, seminar, UKM, menjadi aslab, asdos, dll.

Saya ambil contoh di UGM, hampir tiap tahun UGM menerima puluhan ribu mahasiswa baru. Dari ribuan tersebut, hanya ratusan yang mungkin benar-benar memanfaatkan peluang dan ke"istimewaan" jogja, dengan melakukan berbagai kegiatan positif dan mampu berprestasi. Sisanya? Sisanya malas untuk keluar dari zona nyaman.

Saya pernah berdiskusi dengan teman asal Klaten, dia kini sudah lulus, dan dia merasa menyesal, mengapa waktu kuliah dahulu tidak memakai segala peluang yang dia punya. Dia menyesal dan baru menyadari bahwa "UGM itu luas", "UGM itu besar", "UGM itu potensial". Dia baru menyadari bahwa banyak mahasiswa berprestasi yang bisa ia jadikan teman, dia baru menyadari bahwa banyak kegiatan mahasiswa yang sangat bermanfaat, dia baru menyadari bahwa banyak peluang bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensi tidak hanya di dalam negeri bahkan sampai ke luar negeri.

Semua penyesalan, memang datang terlambat.

Menyesal, itu masih mending.

Malah ada yang sama sekali tidak menyesal, karena "tidak kepikiran sama sekali".

Kuliah itu mungkin hanya 4 - 5 tahun, namun, saya setuju bahwa "Kuliah Merubah Pola Pikir". Bisa jadi, 4-5 tahun kuliah, akan mengubah jalan hidup seseorang 20-30 tahun kemudian.

Banyak teman yang ketika SD, SMP, SMA tidak berdaya, culun, kuper, ketika kuliah berubah 360 derajat menjadi orang yang aktif dan berprestasi. Banyak.

Namun, ada pula yang ketika SD, SMP, SMA pintar luar biasa, namun ketika kuliah malah jadi pemalas, culun dan kuper. Banyak.

Realitanya, memang hanya beberapa saja Mahasiswa yang mau menjadi Elang. Sisanya, cukup puas menjadi Bebek. 

No comments:

Post a Comment